Kamis, 11 April 2013

INJEKSI


INJECTIONES / INJEKSI


 A. Pengertian
              Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan, yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau selaput lendir.
              Dalam FI.ed.IV, sediaan steril untuk kegunaan parenteral digolongkan menjadi  5  jenis yang berbeda :
1.    Sediaan berupa larutan dalam air/minyak/pelarut organik yang lain yang digunakan untuk injeksi, ditandai dengan nama,   Injeksi................
       Dalam FI.ed.III disebut  berupa Larutan. Misalnya :      
Inj. Vit.C, pelarutnya aqua pro injection                         
Inj. Camphor oil , pelarutnya Olea neutralisata ad injection
Inj. Luminal, pelarutnya Sol Petit atau propilenglikol dan air

2     Sediaan padat kering (untuk dilarutkan) atau cairan pekat tidak mengandung dapar, pengencer atau bahan tambahan lain dan larutan yang diperoleh setelah penambahan pelarut yang sesuai memenuhi persyaratan injeksi, ditandai dengan nama ,  ...................Steril.
       Dalam FI.ed..III disebut berupa zat padat kering jika akan disuntikkan ditambah zat pembawa yang cocok dan steril, hasilnya merupakan larutan yang memenuhi syarat larutan injeksi. Misalnya: Inj. Dihydrostreptomycin Sulfat  steril

3     Sediaan padat kering dengan bahan pembawa yang sesuai membentuk larutan yang memenuhi persyaratan untuk suspensi steril setelah penambahan bahan pembawa yang sesuai, ditandai dengan nama ,    ............ Steril untuk Suspensi.
       Dalam FI.ed.III disebut berupa zat padat kering jika akan disuntikkan ditambah zat pembawa yang cocok dan steril, hasilnya merupakan suspensi  yang memenuhi syarat suspensi steril. Misalnya : Inj. Procaine Penicilline G steril untuk  suspensi.

4     Sediaan berupa suspensi serbuk dalam medium cair yang sesuai dan tidak disuntikkan secara intravena atau ke dalam saluran spinal, ditandai dengan nama , Suspensi.......... Steril.
       Dalam FI.ed.III disebut Suspensi steril ( zat padat yang telah disuspensikan dalam pembawa yang cocok dan steril) .
       Misalnya : Inj. Suspensi Hydrocortisone Acetat steril

5     Sediaan berupa emulsi, mengandung satu atau lebih dapar, pengencer atau bahan tambahan lain, ditandai dengan nama, ............. Untuk Injeksi.
       Dalam FI.ed.III disebut bahan obat dalam pembawa cair yang cocok, hasilnya merupakan emulsi yang memenuhi semua persyaratan emulsi steril. Misalnya : Inj. Penicilline Oil untuk injeksi

B. Macam-Macam Cara Penyuntikan

1.    Injeksi intrakutan ( i.k / i.c ) atau intradermal
Dimasukkan ke dalam kulit yang sebenarnya, digunakan untuk diagnosa. Volume yang disuntikkan antara 0,1 - 0,2 ml, berupa larutan atau suspensi dalam air.
 
2.    Injeksi subkutan ( s.k / s.c ) atau hipodermik
Disuntikkan ke dalam jaringan di bawah kulit ke dalam alveolar, volume yang disuntikkan tidak lebih dari 1 ml. Umumnya larutan bersifat isotonik, pH netral, bersifat depo (absorpsinya lambat). Dapat diberikan dalam jumlah besar (volume 3 - 4 liter/hari dengan penambahan enzym hialuronidase), bila pasien tersebut tidak dapat diberikan infus intravena. Cara ini disebut" Hipodermoklisa ".

3.    Injeksi intramuskuler ( i.m )
Disuntikkan ke dalam atau diantara lapisan jaringan / otot. Injeksi dalam bentuk larutan, suspensi atau emulsi dapat diberikan secara ini. Yang berupa larutan dapat diserap dengan cepat, yang berupa emulsi atau suspensi diserap lambat dengan maksud untuk mendapatkan efek yang lama. Volume penyuntikan antra 4 - 20 ml, disuntikkan perlahan-lahan untuk mencegah rasa sakit.

4.    Injeksi intravenus ( i.v )
Disuntikkan langsung ke dalam pembuluh darah vena. Bentuknya berupa larutan, sedangkan bentuk suspensi atau emulsi tidak boleh, sebab akan menyumbat pembuluh darah vena tersebut. Dibuat isitonis, kalau terpaksa dapat sedikit hipertonis (disuntikkannya lambat / perlahan-lahan dan tidak mempengaruhi sel darah); volume antara 1 - 10 ml. Injeksi intravenus yang diberikan dalam dosis tunggal dengan volume lebih dari 10 ml, disebut  "infus intravena/ Infusi/Infundabilia". Infusi harus bebas pirogen dan tidak boleh mengandung bakterisida, jernih, isotonis.
Injeksi i.v dengan volume 15 ml atau lebih tidak boleh mengandung bakterisida
Injeksi  i.v  dengan  volume  10  ml   atau  lebih  harus  bebas  pirogen.

5.    Injeksi intraarterium ( i.a )
Disuntikkan ke dalam pembuluh darah arteri / perifer / tepi, volume antara 1 - 10 ml, tidak boleh mengandung bakterisida.

6.    Injeksi intrakor / intrakardial ( i.kd )
Disuntikkan langsung ke dalam otot jantung atau ventriculus, tidak boleh mengandung bakterisida, disuntikkan hanya dalam keadaan gawat.

7.    Injeksi intratekal (i.t), intraspinal, intrasisternal (i.s), intradural ( i.d ), subaraknoid.
Disuntikkan langsung ke dalam saluran sumsum tulang belakang pada dasar otak ( antara 3 -4 atau 5 - 6 lumbra vertebrata ) yang ada cairan cerebrospinalnya. Larutan harus isotonis karena sirkulasi cairan cerebrospinal adalah lambat, meskipun larutan anestetika sumsum tulang belakang sering hipertonis. Jaringan syaraf di daerah anatomi disini sangat peka.

8.    Intraartikulus
Disuntikkan ke dalam cairan sendi di dalam rongga sendi. Bentuk suspensi / larutan dalam air.

9.    Injeksi subkonjuntiva
Disuntikkan ke dalam selaput lendir di bawah mata. Berupa suspensi / larutan, tidak lebih dari 1 ml.

10.  Injeksi intrabursa
Disuntikkan ke dalam bursa subcromillis atau bursa olecranon dalam bentuk larutan suspensi dalam air.

11.    Injeksi intraperitoneal ( i.p )
Disuntikkan langsung ke dalam rongga perut. Penyerapan cepat ; bahaya infeksi besar

12.  Injeksi peridural ( p.d ), extradural, epidural
Disuntikkan ke dalam ruang epidural, terletak diatas durameter, lapisan penutup terluar dari otak dan sumsum tulang belakang.

C. Susunan Isi ( Komponen ) Obat Suntik

1.  Bahan obat / zat berkhasiat
2.  Zat pembawa / zat pelarut
3.  Bahan pembantu / zat tambahan
4. Wadah dan tutup

1. Bahan obat / zat berkhasiat
a)        Memenuhi syarat yang tercantum sesuai monografinya masing-masing dalam Farmakope.
b)        Pada etiketnya tercantum : p.i ( pro injection )
c)        Obat yang beretiket p.a ( pro analisa ) walaupun secara kimiawi terjamin kualitasnya, tetapi belum tentu memenuhi syarat untuk injeksi.

2. Zat pembawa / zat pelarut
Dibedakan menjadi 2 bagian :
a)        Zat pembawa berair
Umumnya digunakan air untuk injeksi. Disamping itu dapat pula digunakan injeksi NaCl, injeksi glukosa, injeksi NaCl compositus, Sol.Petit. Menurut FI.ed.IV, zat pembawa mengandung air, menggunakan air untuk injeksi, sebagai zat pembawa injeksi harus memenuhi syarat Uji pirogen dan uji Endotoksin Bakteri. NaCl dapat ditambahkan untuk memperoleh isotonik. Kecuali dinyatakan lain, Injeksi NaCl atau injeksi Ringer dapat digunakan untuk pengganti air untuk injeksi.

Air untuk injeksi ( aqua pro injection ) dibuat dengan cara menyuling kembali air suling segar dengan alat kaca netral atau wadah logam yang dilengkapi dengan labu percik. Hasil sulingan pertama dibuang, sulingan selanjutnya ditampung dalam wadah yang cocok dan segera digunakan. Jika dimaksudkan sebagai pelarut serbuk untuk injeksi, harus disterilkan dengan cara Sterilisasi A atau C segera setelah diwadahkan.

Air untuk injeksi bebas udara dibuat dengan mendidihkan air untuk injeksi segar selama tidak kurang dari 10 menit sambil mencegah hubungan dengan udara sesempurna mungkin, didinginkan dan segera digunakan. Jika dimaksudkan sebagai pelarut serbuk untuk injeksi , harus disterilkan dengan cara sterilisasi A, segera setelah diwadahkan.

b)        Zat pembawa tidak berair
Umumnya digunakan minyak untuk injeksi (olea pro injection) misalnya Ol. Sesami, Ol. Olivarum, Ol. Arachidis.

            Pembawa tidak berair diperlukan apabila :
(1)      Bahan obatnya sukar larut dalam air
(2)      Bahan obatnya tidak stabil / terurai dalam air.
(3)      Dikehendaki efek depo terapi.

Syarat-syarat minyak untuk injeksi adalah :
(1)      Harus jernih pada suhu 100 .
(2)      Tidak berbau asing / tengik
(3)      Bilangan asam 0,2 - 0,9
(4)      Bilangan iodium 79 - 128
(5)      Bilangan penyabunan 185 - 200
(6)      Harus bebas minyak mineral
(7)      Memenuhi syarat sebagai Olea Pinguia yaitu cairan jernih atau massa padat yang menjadi jernih diatas suhu leburnya dan tidak berbau asing atau tengik

Obat suntik dengan pembawa minyak, tidak boleh disuntikkan secara i.v , hanya boleh secara i.m.

3. Bahan pembantu / zat tambahan
     Ditambahkan pada pembuatan injeksi dengan maksud :
a)        Untuk mendapatkan pH yang optimal
b)        Untuk mendapatkan larutan yang isotonis
c)        Untuk mendapatkan larutan isoioni
d)        Sebagai zat bakterisida
e)        Sebagai pemati rasa setempat ( anestetika lokal )
f)         Sebagai stabilisator.

              Menurut FI.ed.IV, bahan tambahan untuk mempertinggi stabilitas dan efektivitas harus memenuhi syarat antara lain tidak berbahaya dalam jumlah yang digunakan, tidak mempengaruhi efek terapetik atau respon pada uji penetapan kadar.
              Tidak boleh ditambahkan bahan pewarna, jika hanya mewarnai sediaan akhir. Pemilihan dan penggunaan bahan tambahan harus hati-hati untuk injeksi yang diberikan lebih dari 5 ml. Kecuali dinyatakan lain berlaku sebagai berikut :
  • Zat yang mengandung raksa dan surfaktan kationik, tidak lebih dari 0,01 
  • Golongan Klorbutanol, kreosol dan fenol  tidak lebih dari 0,5 % 
  • Belerang dioksida atau sejumlah setara dengan Kalium atau Natrium Sulfit, bisulfit atau metabisulfit ,  tidak lebih dari 0,2 %

a) Untuk mendapatkan pH yang optimal
pH optimal untuk darah atau cairan tubuh yang lain adalah 7,4 dan disebut Isohidri.
Karena tidak semua bahan obat stabil pada pH cairan tubuh, sering injeksi dibuat di luar pH cairan tubuh dan berdasarkan kestabilan bahan tersebut.
Pengaturan pH larutan injeksi diperlukan untuk :
1.    Menjamin stabilitas obat, misalnya perubahan warna, efek terapi optimal obat, menghindari kemungkinan terjadinya reaksi dari obat.
2.    Mencegah terjadinya rangsangan / rasa sakit waktu disuntikkan.
Jika pH terlalu tinggi (lebih dari 9) dapat menyebabkan nekrosis jaringan (jaringan menjadi mati), sedangkan pH yang terlalu rendah (di bawah 3) menyebabkan rasa sakit jika disuntikkan. misalnya beberapa obat yang stabil dalam lingkungan asam : Adrenalin HCl, Vit.C, Vit.B1 .

pH dapat diatur dengan cara :
1.    Penambahan zat tunggal , misalnya asam untuk alkaloida, basa untuk golongan sulfa.
2.    Penambahan larutan dapar, misalnya dapar fosfat untuk injeksi, dapar borat untuk obat tetes mata.


Yang perlu diperhatikan pada penambahan dapar adalah :
1.    Kecuali darah, cairan tubuh lainnya tidak mempunyai kapasitas dapar.
2.    Pada umumnya larutan dapar menyebabkan larutan injeksi menjadi hipertonis.
3.    Bahan obat akan diabsorpsi bila kapasitas dapar sudah hilang, maka sebaiknya obat didapar pada pH yang tidak jauh dari isohidri. Jika kestabilan obat pada pH yang jauh dari pH isohidri, sebaiknya obat tidak usah didapar, karena perlu waktu lama untuk meniadakan kapasitas dapar.

b) Untuk mendapatkan larutan yang isotonis
Larutan obat suntik dikatakan isotonis jika :
1.  Mempunyai tekanan osmotis sama dengan tekanan osmotis cairan tubuh ( darah, cairan lumbal, air mata ) yang nilainya sama dengan tekanan osmotis larutan NaCl 0,9 % b/v.
2.    Mempunyai titik beku sama dengan titik beku cairan tubuh, yaitu - 0,520C.

Jika larutan injeksi mempunyai tekanan osmotis lebih besar dari larutan NaCl 0,9 % b/v, disebut " hipertonis ", jika lebih kecil dari larutan NaCl   0,9 % b/v disebut " hipotonis " .
Jika larutan injeksi yang hipertonis disuntikkan, air dalam sel akan ditarik keluar dari sel , sehingga sel akan mengkerut, tetapi keadaan ini bersifat sementara dan tidak akan menyebabkan rusaknya sel tersebut.

Jika larutan injeksi yang hipotonis disuntikkan, air dari larutan injeksi akan diserap dan masuk ke dalam sel, akibatnya dia akan mengembang dan menyebabkan pecahnya sel itu dan keadaan ini  bersifat tetap. Jika yang pecah itu sel darah merah, disebut " Haemolisa ". Pecahnya sel ini akan dibawa aliran darah dan dapat menyumbat pembuluh darah yang kecil.

Jadi sebaiknya larutan injeksi harus isotonis, kalau terpaksa dapat sedikit hipertonis, tetapi jangan sampai hipotonis.
Cairan tubuh kita masih dapat menahan tekanan osmotis larutan injeksi yang sama nilainya dengan larutan NaCl 0,6 - 2,0 % b/v.

Larutan injeksi dibuat isotonis terutama pada penyuntikan :
1.    Subkutan : jika tidak isotonis dapat menimbulkan rasa sakit, sel-sel sekitar penyuntikan dapat rusak, penyerapan bahan obat tidak dapat lancar.
2.    Intralumbal , jika terjadi perubahan tekanan osmotis pada cairan lumbal, dapat menimbulkan perangsangan pada selaput otak.
3.    Intravenus, terutama pada Infus intravena, dapat menimbulkan haemolisa.

Perhitungan Isotonis
Isotonis adalah  suatu keadaan dimana tekanan osmotis larutan obat yang sama dengan tekanan osmotis cairan tubuh kita. ( darah, air mata )
Hipotonis :      tekanan osmotis  larutan obat < tekanan osmotis cairan tubuh
Hipertonis :  tekanan osmotis larutan obat  > tekanan osmotis cairan tubuh

Cara menghitung tekanan osmose :
              Banyak rumus dipakai, yang pada umumnya berdasarkan pada perhitungan terhadap penurunan titik beku. Penurunan titik beku darah, air mata adala  -0,520 C.
              Larutan NaCl 0,9 % b/v adalah larutan garam fisiologis yang isotonis dengan cairan tubuh.
Beberapa cara menghitung tekanan osmose :
a.    Dengan cara penurunan titik beku air yang disebabkan 1% b/v zat khasiat (PTB)
b.        Dengan cara Equivalensi NaCl
c.    Dengan cara derajat disosiasi
d.    Dengan cara grafik
Cara  PTB  dengan rumus menurut FI.
Suatu larutan dinyatakan isotonik dengan serum atau cairan mata, jika membeku pada suhu  -0,520 C. Untuk memperoleh larutan isotonik dapat ditambahkan NaCl atau zat lain yang cocok yang dapat dihitung dengan rumus :

Rumus-1 :

B  =
0,52 – b1 C
b2
Keterangan :
B
adalah bobot zat tambahan ( NaCl ) dalam satuan gram untuk tiap 100 ml larutan
0,52
adalah titik beku cairan tubuh ( -0,520 )
b1
adalah PTB zat khasiat
C
adalah konsentrasi dalam satuan % b/v  zat khasiat
b2    
adalah PTB zat tambahan ( NaCl )

Tiga jenis keadaan tekanan osmotis larutan obat :
1
Keadaan Isotonis    apabila  nilai B  = 0 ; maka  b1 C = 0,52
2.
Keadaan hipotonis  apabila  nilai B positip ;
maka   b1 C < 0,52
3.
Keadaan hipertonis apabila  nilai B negatip ;
maka   b1 C > 0,52

Contoh soal :
1.    Jika diketahui bahwa penurunan titik beku air yang disebabkan oleh 1 % b/v Asam Borat 0,288 ,  maka kadar asan borat dalam 300 ml larutan asan borat isotonis adalah ...............
a.    1,805 % b/v                          c. 5,410 % b/v
b.    0,402 % b/v                          d. 5,417 % b/v
Jawab :
Misalkan kadar asam borat = X%b/v

B =
0,52 - b1C

b2

Agar isotonis, maka  0 =
0,52 - 0,288 * X

b2




0,288 X  = 0,52            
 X = 1,805
Jadi kadar Asam Borat = 1,805 % b/v

2.    Jika diketahui penurunan titik beku air yang disebabkan oleh 1% vitamin C adalah 0,104 ° C, maka untuk membuat 500 ml larutan vitamin C isotonis diperlukan vitamin C sebanyak  ......
       a. 5 gram              b. 10 gram       c. 15 gram       d. 25 gram
Jawab: 
Misalkan kadar Vit.C  = X % b/v

B =
0,52 - b1C

b2

Agar isotonis, maka  0 =
0,52 - 0,104 * X

b2




0,104 X  = 0,52       
X = 5
Jadi kadar Vit C  = 5 % b/v, maka untuk 500 cc diperlukan Vit.C sebanyak 500/100 x 5 gram = 25 gram

5.    R/      Methadon HCL 10 mg
                 mf. Isot. C. NaCl ad. 10 ml
                 a = 0,101     (PTB  Methadon HCl)
                 b = 0,576    (PTB. NaCl)
Maka NaCl yang diperlukan supaya larutan isotonis adalah ..
A.    0,088 g                       C. 0,885 g 
B.     0,073 g                       D. tidak perlu ditambah
Jawab :
C Methadon HCL = 10 mg/10 ml   =  0,100 gram/ 100 ml  = 0,1% b/v

B =
0,52 – b1C

b2


Agar isotonis, maka B =
0,52 - 0,1 x 0,101

0,576




B = 0,885243
Jadi bobot NaCl yang masih diperlukan untuk tiap 100 cc            = 0,885243 gram, maka untuk 10 cc, bobot NaCl yang masih diperlukan adalah = 0,0885243 gram ≈ 0,088 gram
                                   
Cara  Ekivalensi NaCl.
Yang dimaksud dengan ekivalen dari NaCl ( E ) adalah sekian gram NaCl yang memberikan efek osmose yang sama dengan 1 gram dari suatu zat terlarut tertentu.
Jika E Efedrin HCl = 0,28 ; berarti tiap 1 gram Efedrin HCl = 0,28 gram NaCl. 
Jadi dapat dianalogikan sebagai berikut :
Ex = a    ; artinya  tiap 1 gram zat X   ~   a gram NaCl
Ex = E    ; artinya  tiap 1 gram zat X   ~  E gram NaCl
Jika bobot zat X = W gram, maka ekivalennya adalah = W x E gram NaCl
Larutan isotonis NaCl 0,9 % b/v ; artinya  tiap 100 ml NaCl terdapat 0,9 gram NaCl
Jika bobot NaCl  = W x E gram ; maka Volume yang isotonis adalah ( W x E )100/0,9 ; sehingga dapat kita rumuskan sebagai berikut :

Rumus-2

V' = ( W x E ) 100/0,9 = ( W x E ) 111,1


Keterangan :
V' = Volume larutan yang sudah isotonis dalam satuan ml.          
W = bobot zat aktip dalam satuan gram
E = Nilai ekivalensi zat aktip

Jika Volume larutan = V ml dan Volume yang sudah isotonis = V' ml ; maka Volume yang belum isotonis adalah (V - V') ml , sedangkan volume untuk tiap 100 ml NaCl agar isotonis  ~  0,9 gram NaCl, maka bobot NaCl ( B ) yang masih diperlukan agar larutan menjadi isotonis adalah  
( V - V ' ) x 0,9 / 100 ,
maka B = ( V - V ' ) x 0,9 / 100
atau  B = ( 0,9/100 x V ) - ( 0,9/100 x V' ). 
Jika V' kita ganti dengan ( W x E ) 100 / 0,9 ,
maka B = { 0,9/100 x V } – { 0,9/100 x ( W x E ) 100/0,9 }
dan akhirnya kita dapatkan rumus sebagai berikut :

Rumus-3 :

B = 0,9/100 x V - ( W x E )

Keterangan :
B     = bobot zat tambahan dalam satuan gram.
V    = Volume larutan dalam satuan ml
W   = bobot zatkhasiat dalam satuan gram
E     = Ekivalensi zat aktif terhadap NaCl

Tiga jenis keadaan tekanan osmotis larutan obat :
1.
Keadaan Isotonis    apabila  nilai B  = 0 ;
maka  0,9/100 x V = ( W x E )
2.
Keadaan hipotonis  apabila  nilai B positip;
maka  0,9/100 x V > ( W x E )
3.
Keadaan hipertonis apabila  nilai B negatip;
maka 0,9/100 x V < ( W x E )

Contoh Soal :
1.    Bila 0,76 gram NaCl harus ditambahkan ke dalam 100 ml 1 % b/v larutan Atropin Sulfat, maka larutan Atropin Sulfat isotonis adalah........................
a. 6,43 % b/v        b. 6 % b/v        c. 2 % b/v        d. 1,18 % b/v
Jawab :
Cara A :
E Atropin sulfat = 0,900 - 0,760 = 0,140
Artinya 1 gram Atropin sulfat  ~ 0,14 gram NaCl (dalam          100 ml)
Jadi untuk larutan isotonis  0,9 gram NaCl dalam 100 ml  ekivalen dengan 0,9/0,14 x 1 gram Atropin sulfat = 6,43 gram/100 cc = 6,43 % b/v

Cara B :
E Atropin sulfat = 0,900 - 0,760 = 0,140 ; dan volume 100 ml
Dengan rumus3  jika isotonis =   0,9/100 x 100 = W x 0,140
W = 0,9/0,140= 6,43
Jadi larutan Atropin Sulfat isotonisnya adalah 6,43 gram dalam 100 ml atau 6,43 % b/v

2.    Hitung berapa mg NaCl yang diperlukan untuk membuat larutan 2 % b/v Morfin HCl yang isotonis sebanyak 30 ml , jika diketahui dalam Tabel ekivalen FI untuk morfin adalah 755 , ......................
Jawab :
Dalam tabel ekivalen FI untuk Morfin HCl = 755,
artinya 1 gram Morfin HCl menyebabkan ekivalen dengan 900 mg – 755 mg = 145 mg NaCl untuk tiap 100 ml atau dengan kata lain E Morfin HCl = 0,145.
Bobot 2 % Morfin HCl dalam 30 ml larutan = 2/100 x 30 gram     = 0,6 gram

Dari rumus3 ,

B =
0,9

V   -  ( W x E )
100




=
0,9

30 -  (0,6 x 0,145)   = 0,27 - 0, 087  =  0,183
100
Jadi bobot NaCl yang masih harus ditambahkan adalah          0,183 gram

3.    Bobot NaCl yang harus ditambahkan pada Seng Sulfat 500 mg ( E= 0,15 ) dalam 30 ml larutan agar larutan menjadi isotonis adalah..........................
a.       0,825 gram                             c. 0,150 gram   
b.      0,195 gram                             d. 0,0825gram


Jawab : Dari rumus3 ,

B =
0,9

V   -  (W x E)
100

=
0,9

30  -  (0,5 x 0,15)   = 0,27 - 0, 075  =  0,195
100
Jadi bobot NaCl yang masih harus ditambahkan adalah         0,195 gram

4.
R/
Procaine HCL
1,0
E Procaine HCL = 0,24


Chlorbutanol
0,5
E Chlorbutanol   = 0,18


NaCl
qs ad isot



Aquadest
ad 100 ml

       NaCl yang diperlukan untuk resep diatas adalah ............
a.       0,33                                        c. 0,57
b.      0,9                                          d. tidak perlu ditambahkan

Jawab : Dari rumus3 :

B =
0,9

V   -  ( (W1 x E1) + (W2 x E2) )
100




=
0,9

100 – ( 1 x 0,24 + 0,5 x 0,18 )
100
=
0,9 - ( 0,24 + 0,09 )  = 0,9 - 0,33  = 0,57
Jadi bobot NaCl yang masih diperlukan adalah   0,57 gram

5.    Untuk membuat 60 ml larutan isotonik yang mengandung 1 % Halocain HCl ( E= 0,17 ) dan 0,5% Chlorbutanol ( E= 0,18 ) diperlukan Asam Borat ( E= 0,55 ) sebanyak.............
a.       0,135 gram                             c. 0,384 gram
b.      0,156 gram                             d. 0,698 gram    
Jawab :
Bobot Halocain = 1/100 x 60 gram = 0,6 gram;
Bobot Chlorbutanol = 0,5/100 x 60 gram = 0,3 gram
dan Bobot asam borat misalkan X gram ;
Dari rumus 3 ;

B =
0,9

V   -  ( (W1 x E1) + (W2 x E2) + + (W3 x E3) )
100

0 =
0,9

60 – ( 0,6 x 0,17 + 0,3 x 0,18 + 0,55. X )
100
0 =
0,54 - ( 0,102 + 0,054 + 0,55 X )
0 =
0,54 - 0,102 - 0,054 - 0,55 X
0,55 X = 0,384 ----------> X = 0,698181 ( dibulatkan 0,698 )
Jadi Asam Borat  yang  diperlukan adalah   0,698181 gram           = 0, 698 gram

6.    Untuk membuat isotonik 10 ml Guttae ophthalmicae yang mengandung 0,25 % b/v Atropin sulfas ditambahkan NaCl sebanyak....................      (diketahui E Atropin sulfas = 0,14 )
a. 0,0055              b. 0,029           c. 0,084           d. 0,086
Jawab : Dari rumus 3 ;

B =
0,9

V   -  ( W x E)
100

=
0,9

10 – ( 0,025 x 0,14 )
100
=
0,09 -  0,0035  =   0,0865 ( dibulatkan 0,086 )
Jadi bobot NaCl  yang  ditambahkan adalah  = 0,086 gram.

c) Untuk mendapatkan isoioni
              Yang dimaksud isoioni adalah larutan injeksi tersebut mengandung ion-ion yang sama dengan ion-ion yang terdapat dalam darah, yaitu : K+ , Na+ , Mg++ , Ca++ , Cl-. Isoioni diperlukan pada penyuntikan dalam jumlah besar, misalnya pada infus intravena.

d) Sebagai zat bakterisida / bakteriostatik
Zat bakterisida perlu ditambahkan jika  :
1.    Bahan obat tidak disterilkan, larutan injeksi dibuat secara aseptik.
2.    Bila larutan injeksi disterilkan dengan cara penyaringan melalui penyaring bakteri steril.
3.    Bila larutan injeksi disterilkan dengan cara pemanasan pada suhu 980 – 1000 selama 30 menit.
4.    Bila larutan injeksi diberikan dalam wadah takaran berganda.

Zat bakterisida tidak perlu ditambahkan jika  :
1.    sekali penyuntikan melebihi 15 ml.
2.    Bila larutan injeksi tersebut sudah cukup daya bakteriostatikanya ( tetes mata Atropin Sulfat dalam pembawa asam borat, tak perlu ditambah bakterisida, karena asam borat dapat berfungsi pula sebagai antiseptik ).
3.    Pada penyuntikan : intralumbal, intratekal, peridural, intrasisternal, intraarterium dan intrakor.

e) Sebagai zat pemati rasa setempat / anestetika lokal
              Digunakan untuk mengurangi rasa sakit pada tempat dilakukan penyuntikan , yang disebabkan larutan injeksi tersebut terlalu asam.  Misalnya Procain dalam injeksi Penicillin dalam minyak, Novocain dalam injeksi Vit. B-compleks, Benzilalkohol dalam injeksi Luminal-Na.

f) Sebagai Stabilisator
              Digunakan untuk menjaga stabilitas larutan injeksi dalam penyimpanan. Stabilisator digunakan untuk:
(1)     Mencegah terjadinya oksidasi oleh udara, dengan cara :
(a)      Mengganti udara di atas larutan injeksi dengan gas inert, misalnya gas N2 atau gas CO2.
(b)      Menambah antioksidant untuk larutan injeksi yang tidak tahan terhadap O2 dari udara. Contohnya : penambahan Na-metabisulfit/Na-pirosulfit 0,1 % b/v pada larutan injeksi Vit.C, Adrenalin dan Apomorfin.
(2)     Mencegah terjadinya endapan alkaloid oleh sifat alkalis dari gelas. Untuk ini dapat dengan menambah chelating agent EDTA ( Etilen Diamin Tetra Asetat ) untuk mengikat ion logam yang lepas dari gelas/wadah kaca atau menambah HCl sehingga bersuasana asam.
(3)     Mencegah terjadinya perubahan pH dengan menambah larutan dapar.
(4)     Menambah/menaikkan kelarutan bahan obat, misalnya injeksi Luminal dalam Sol.Petit, penambahan Etilendiamin pada injeksi Thiophyllin.

4.    Wadah dan tutup
Dibedakan : wadah untuk injeksi dari kaca atau plastik.
Dapat juga dibedakan lagi menjadi :
§  Wadah dosis tunggal ( single dose ), wadah untuk sekali pakai misalnya ampul.
§  Ditutup dengan cara melebur ujungnya dengan api sehingga tertutup kedap tanpa penutup karet.
§  Wadah dosis ganda ( multiple dose ), wadah untuk beberapa kali penyuntikan, umumnya ditutup dengan karet dan alumunium,  misalnya vial ( flakon ) , botol.

Wadah kaca
Syarat wadah kaca :
1.    Tidak boleh bereaksi dengan bahan obat
2.    Tidak boleh mempengaruhi khasiat obat.
3.    Tidak boleh memberikan zarah / partikel kecil ke dalam larutan injeksi.
4.    Harus dapat memungkinkan pemeriksaan isinya dengan mudah.
5.    Dapat ditutup kedap dengan cara yang cocok.
6.    Harus memenuhi syarat " Uji Wadah kaca untuk injeksi "

Wadah plastik
Wadah dari plastik ( polietilen, polipropilen ) .
Keuntungan :
netral secara kimiawi, tidak mudah pecah dan tidak terlalu berat hingga mudah diangkut, tidak diperlukan penutup karet.
Kerugian :
dapat ditembus uap air hingga kalau disimpan akan kehilangan air, juga dapat ditembus gas CO2.
Wadah plastik disterilkan dengan cara sterilisasi gas dengan gas etilen oksida.

Tutup karet
Digunakan pada wadah dosis ganda yang terbuat dari gelas/kaca. Tutup karet dibuat dari karet sintetis atau bahan lain yang cocok. Untuk injeksi minyak , tutup harus dibuat dari bahan yang tahan minyak atau dilapisi bahan pelindung yang cocok.
Syarat tutup karet yang baik adalah bila direbus dalam otoklaf, maka :
a.    Karet tidak lengket / lekat, dan jika ditusuk dengan jarum suntik, tidak melepaskan pecahannya serta segera tertutup kembali setelah jarum suntik dicabut.
b.    Setelah dingin tidak boleh keruh.
c.    Uapnya tidak menghitamkan kertas timbal asetat ( Pb-asetat ).

Cara mencuci :
mula-mula dicuci dengan detergen yang cocok, jangan memakai sabun Calsium/Magnesium karena ion-ion itu akan mengendap pada dinding kaca. Bilas dengan air dan rebus beberapa kali pendidihan, tiap kali pendidihan, air diganti.

Cara sterilisasi :
masukkan tutup karet ke dalam labu berisi larutan bakterisida, tutup, sterilkan dengan cara sterilisasi A, biarkan selama tidak kurang dari 7 hari. Bakterisida yang digunakan harus sama dengan bakterisida yang digunakan dalam obat suntiknya dengan kadar 2 kalinya dengan volume untuk tiap 1 gram karet dibutuhkan 2 ml.
Tutup karet yang mengandung Na-pirosulfit, sebelum dipakai harus direndam dalam larutan bakterisida yang mengandung Na-pirosulfit 0,1 % selama tidak kurang dari 48 jam.

D. Cara Pembuatan Obat Suntik.
Persiapan pembuatan obat suntik :
1.    Perencanaan
Direncanakan dulu, apakah obat suntik itu akan dibuat secara aseptik atau dilakukan sterilisasi akhir ( nasteril  ).
Pada pembuatan kecil-kecilan alat yang digunakan antara lain pinset, spatel, pengaduk kaca, kaca arloji yang disterilkan dengan cara dibakar pada api spiritus.
Ampul, Vial atau flakon beserta tutup karet, gelas piala, erlemeyer, corong yang dapat disterilkan dalam oven 1500 selama 30 menit ( kecuali tutup karet, didihkan selama                30 menit dalam air suling atau menurut FI.ed.III )
Kertas saring, kertas G3, gelas ukur disterilkan dalam otoklaf. Untuk pembuatan besar-besaran di pabrik, faktor tenaga manusia juga harus direncanakan.

2     Perhitungan dan penimbangan
Perhitungan dibuat berlebih dari jumlah yang harus didapat, karena dilakukan penyaringan, kemudian ditimbang. Larutkan masing-masing dalam Aqua p.i  yang sudah dijelaskan cara pembuatannya, kemudian dicampurkan.

3     Penyaringan
Lakukan penyaringan hingga jernih dan tidak boleh ada serat yang terbawa ke dalam filtrat. Pada pembuatan kecil-kecilan dapat disaring dengan kertas saring biasa sebanyak 2 kali , lalu disaring lagi dengan kertas saring G3.

4     Pengisian ke dalam wadah
Cairan :
Farmakope telah mengatur volume tambahan yang dianjurkan.
Bubuk kering :
       jumlah bubuk diukur dengan jalan penimbangan atau berdasarkan volume, diisi melalui corong.

Pengisian dengan wadah takaran tunggal dijaga supaya bagian yang akan ditutup dengan pemijaran, harus bersih, terutama dari zat organik, karena pada penutupan zat organik  tersebut akan menjadi arang dan menghitamkan wadah sekitar ujungnya .
Membersihkan bagian leher wadah dapat dilakukan dengan :
a.     memberi pelindung pada jarum yang dipakai untuk mengisi wadah.
b.    menyemprot dengan uap air pada mulut wadah obat suntik yang dibuat dengan pembawa berair.

5.    Penutupan Wadah
Wadah dosis tunggal  :
ditutup dengan cara melebur ujungnya dengan api hingga tertutup kedap.
Wadah dosis ganda  :
ditutup dengan karet melalui proses pengurangan tekanan hingga karet tertarik ke dalam. Tutup karet dilapisi dengan tutup alumunium.

6     Penyeterilan ( Sterilisasi )
Sterilisasi menurut Fi.ed.III dan IV.dapat dilakukan sesuai dengan persyaratan masing-masing monografinya dan sifat dari larutan obat suntiknya.

7     Uji sterilitas pada teknik aseptik
Sediaan steril selalu dilakukan Uji Sterilitas sebelum sediaan itu diedarkan ke pasaran.
Uji Sterilitas dapat dilakukan sebagai berikut :
ke dalam salah satu wadah dimasukkan medium biakan bakteri sebagai ganti cairan steril. Tutup wadah dan eramkan pada suhu 320 selama 7 hari. Jika terjadi pertumbuhan kuman, menunjukkan adanya cemaran yang terjadi pada waktu pengisian bahan steril ke dalam wadah akhir yang steril.

Pembuatan larutan injeksi :
Dalam garis besar cara pembuatan larutan injeksi dibedakan :
1.    Cara aseptik
2.    Cara non-aseptik ( Nasteril )

1. Cara aseptic :
Digunakan kalau bahan obatnya tidak dapat disterilkan, karena akan rusak atau mengurai.
Caranya : 
Zat pembawa, zat pembantu, wadah, alat-alat dari gelas untuk pembuatan, dan yang lainnya yang diperlukan disterilkan sendiri-sendiri. Kemudian bahan obat, zat pembawa, zat pembantu dicampur secara aseptik dalam ruang aseptik hingga terbentuk larutan injeksi dan dikemas secara aseptik.

Skema pembuatan secara aseptik :
Bahan obat

Zat pembawa   ( steril )

Zat pembantu ( steril )
Alat untuk pembuatan
( gelas )


Dicuci

disterilkan
Dilarutkan          ( ruang steril )
wadah ( ampul, vial )



Dicuci

disterilkan
Diisi




Ditutup kedap




Dikarantina
Diberi etiket dan dikemas


Diperiksa







2. Cara non-aseptik ( NASTERIL ).
Dilakukan sterilisasi akhir
Caranya :
bahan obat dan zat pembantu dilarutkan ke dalam zat pembawa dan dibuat larutan injeksi. Saring hingga jernih dan tidak boleh ada serat yang terbawa ke dalam filtrat larutan. Masukkan ke dalam wadah dalam keadaan bersih dan sedapat mungkin aseptik, setelah dikemas, hasilnya disterilkan dengan cara yang cocok.

Skema pembuatan secara non-aseptik :
Bahan obat

Zat pembawa  

Zat pembantu

Alat untuk pembuatan
( gelas )


Dicuci




Dilarutkan          ( ruang steril )
wadah ( ampul, vial )



Disaring
Dicuci




Diisi




Ditutup kedap
Disterilkan




Dikarantina
Diberi etiket dan dikemas


Diperiksa






 

E. Pemeriksaan

              Setelah larutan injeksi ditutup kedap dan disterilkan, perlu dilakukan pemeriksaan kemudian yang terakhir diberi etiket dan dikemas. Pemeriksaan meliputi :
1.    Pemeriksaan kebocoran.
2.    Pemeriksaan sterilitas.
3.    Pemeriksaan pirogenitas
4.    Pemeriksaan kejernihan dan warna..
5.    Pemeriksaan keseragaman bobot.
6.    Pemeriksaan keseragaman volume.
              Pemeriksaan 1 - 4 tersebut di atas disebut Pemeriksaan hasil akhir produksi.

1. Pemeriksaan kebocoran
Untuk mengetahui kebocoran wadah, dilakukan sebagai berikut :
a.    Untuk injeksi yang disterilkan dengan pemanasan.
(i)    Ampul :
disterilkannya dalam posisi terbalik dengan ujung  yang dilebur disebelah bawah. Wadah yang bocor, isinya akan kosong / habis atau berkurang setelah selesai sterilisasi            .
(ii)   Vial :
setelah disterilkan , masih dalam keadaan panas, masukkan ke dalam larutan metilen biru 0,1 % yang dingin. Wadah yang bocor akan berwarna biru, karena larutan metilen biru akan masuk ke dalam larutan injeksi tersebut.

b.    Untuk injeksi yang disterilkan tanpa pemanasan atau secara aseptik / injeksi berwarna
Diperiksa dengan memasukkan ke dalam eksikator dan divakumkan. Wadah yang bocor, isinya akan terisap keluar.

2. Pemeriksaan sterilitas
              Digunakan untuk menetapkan ada tidaknya bakteri, jamur dan ragi yang hidup dalam sediaan yang diperiksa. Dilakukan dengan teknik aseptik yang cocok. Sebelum dilakukan uji sterilitas, untuk zat-zat :
a.         Pengawet : larutan diencerkan dahulu, sehingga daya pengawetnya sudah tidak bekerja lagi.
b.         Antibiotik : daya bakterisidanya diinaktifkan dulu, misalnya pada Penicillin ditambah enzym Penicillinase.
Menurut FI. ed.III, pemeriksaan ini dilakukan sebagai berikut :
a.         Dibuat perbenihan A untuk memeriksa adanya bakteri yang terdiri dari:
                             i.     Perbenihan thioglikolat untuk bakteri aerob , sebagai pembanding  digunakan Bacillus subtilise atau Sarcina lutea.
                           ii.     Perbenihan thioglikolat yang dibebaskan dari oksigen terlarut dengan memanaskan pada suhu 1000 selama waktu yang diperlukan, untuk bakteri anaerob, sebagai pembanding digunakan Bacteriodes vulgatus atau Clostridium sporogenus.
b.       Dibuat perbenihan B untuk memeriksa adanya jamur dan ragi, untuk itu dipakai perbenihan asam amino, sebagai pembanding digunakan Candida albicans
Penafsiran hasil : zat uji dinyatakan pada suhu 300 – 320 selama tidak kurang dari 7 hari, tidak terdapat pertumbuhan jasad renik.

3. Pemeriksaan Pirogen
              Pirogen : Berasal dari kata Pyro dan Gen artinya pembentuk demam/panas.  Pirogen adalah Zat yang terbentuk dari hasil metabolisme mikroorganisme (bangkai mikroorganisme) berupa zat eksotoksin dari kompleks Polisacharida yang terikat pada suatu radikal yang mengandung unsur Nitrogen dan Posfor, yang dalam kadar 0,001 – 0,01 gram per kg berat badan, dapat larut dalam air, tahan pemanasan, dapat menimbulkan demam jika disuntikkan. (reaksi demam setelah 15 menit sampai 8 jam). Pirogen bersifat termolabil. Larutan injeksi yang pemakaiannya lebih dari 10 ml satu kali pakai, harus bebas pirogen.

Cara menghilangkan pirogen
1.    Untuk alat/zat yang tahan terhadap pemanasan (jarum suntik, alat suntik dll.) dipanaskan pada suhu 2500 selama 30 menit

2.    Untuk aqua p.i (air untuk injeksi) bebas pirogen:
a.    Dilakukan oksidasi :
  • Didihkan dengan larutan H2O2 1 % selama 1 jam 
  • 1liter air yang dapat diminum, ditambah 10 ml larutan KMnO4  0,1 N dan 5 ml larutan 1 N, disuling dengan wadah gelas, selanjutnya kerjakan seperti pembuatan Air untuk injeksi.
b.  Dilakukan dengan cara absorpsi :
Saring dengan penyaring bakteri dari asbes. Lewatkan dalam kolom Al2O3 Panaskan dalam Arang Pengabsorpsi 0,1 % ( Carbo adsorbens 0,1% pada suhu 600 selama 5 – 10 menit  ( literatur lain  15 menit ) sambil sekali-sekali diaduk, kemudian disaring dengan kertas saring rangkap 2 atau dengan filter asbes.

Cara mencegah terjadinya pirogen :
1.         Air suling segar yang akan digunakan untuk pembuatan air untuk injeksi harus segera digunakan setelah disuling.
2.         Pada waktu disuling jangan ada air yang memercik
3.         Alat penampung dan cara menampung air suling harus seaseptis mungkin
Sumber pirogen :
1.         Air suling yang telah dibiarkan lama dan telah tercemar bakteri dari udara.
2.         Wadah larutan injeksi dan bahan-bahan seperti glukosa, NaCl dan Na-sitrat.

Uji pirogenitas :
dengan mengukur peningkatan suhu badan kelinci percobaan yang disebabkan penyuntikan i.v sediaan uji pirogenitas. Jumlah kelinci percobaan bisa 3, 6, 9, 12 ( secara detailnya lihat  FI.ed.II  )

4. Pemeriksaan kejernihan dan warna
              Diperiksa dengan melihat wadah pada latar belakang hitam-putih, disinari dari samping. Kotoran berwarna akan kelihatan pada latar belakang putih, kotoran tidak berwarna akan kelihatan pada latar belakang hitam.

5. Pemeriksaan keseragaman bobot
              Hilangkan etiket 10 wadah; Cuci bagian luar wadah dengan air; Keringkan pada suhu 1050; Timbang satu per satu dalam keadaan terbuka ; Keluarkan isi wadah; Cuci wadah dengan air, kemudian dengan etanol 95 % ; keringkan lagi pada suhu 1050 sampai bobot tetap; Dinginkan dan kemudian timbang satu per satu
Bobot isi wadah tidak boleh menyimpang lebih dari batas yang tertera , kecuali satu wadah yang boleh menyimpang tidak lebih dari 2 kali batas yang tertera.
Syarat keseragam bobot seperti pada tabel berikut ini.
Bobot yang tertera pada etiket

Batas penyimpangan ( % )
Tidak lebih dari 120 mg
Antara 120 mg dan 300 mg
300 mg atau lebih
10,0
7,5
5,0


3. Pemeriksaan keseragaman volume
Untuk injeksi dalam bentuk cairan, volume isi netto tiap wadah harus sedikit berlebih dari volume yang ditetapkan. Kelebihan volume yang dianjurkan tertera dalam daftar berikut ini.
Volume pada etiket
Volume tambahan yang dianjurkan
cairan encer
cairan kental
  0,5 ml
  1,0 ml
  2,1 ml
  5,0 ml
10,0 ml
20,0 ml
30,0 ml
50,0 ml atau lebih
0,10 ml ( 20 % )
0,10 ml ( 10 % )
0,15 ml ( 7,5 % )
0,30 ml ( 6 % )
0,50 ml ( 5 % )
0,60 ml ( 3 % )
0,80 ml ( 2,6 % )
2,00 ml ( 4 % )
0,12 ml ( 24 % )
0,15 ml ( 15 % )
0,25 ml ( 12,5 % )
0,50 ml ( 10 % )
0,70 ml ( 7 % )
0,90 ml ( 4,5 % )
1,20 ml ( 4 % )
3,00 ml ( 6 % )

F. Syarat - Syarat Obat Suntik

Syarat berikut hanya berlaku bagi injeksi berair :
1.        Harus aman dipakai, tidak boleh menyebabkan iritasi jaringan atau efek toksis. Pelarut dan bahan penolong harus dicoba pada hewan dulu, untuk meyakinkan keamanan pemakaian bagi manusia.
2.        Jika berupa larutan harus jernih, bebas dari partikel-partikel padat, kecuali yang berbentuk suspensi.
3.        Sedapat mungkin lsohidris, yaitu mempunyai pH = 7,4, agar tidak terasa sakit dan penyerapannya optimal.
4.        Sedapat mungkin Isotonik, yaitu mempunyai tekanan osmose sama dengan tekanan osmose darah / cairan tubuh, agar tidak terasa sakit dan tidak menimbulkan haemolisa. Jika terpaksa dapat dibuat sedikit hipertonis, tetapi jangan hipotonis.
5.        Harus steril, yaitu bebas dari mikroba hidup, baik yang patogen maupun yang apatogen, baik dalam bentuk vegetatif maupun spora.
6.        Bebas pirogen, untuk larutan injeksi yang mempunyai volume 10 ml atau lebih sekali penyuntikan.
7.        Tidak boleh berwarna kecuali memang zat berkhasiatnya berwarna.

G. Penandaan menurut FI.ed.IV

              Larutan intravena volume besar adalah injeksi dosis tunggal untuk intravena dan dikemas dalam wadah bertanda volume lebih dari 100 ml.;
              Injeksi volume kecil adalah injeksi yang dikemas dalam wadah bertanda volume 100 ml atau kurang.
              Penandaan : Pada etiket tertera nama sediaan, untuk sediaan cair tertera persentase atau jumlah zat aktif dalam volume tertentu, untuk sediaan kering tertera jumlah zat aktif, cara pemberian, kondisi penyimpanan dan tanggal kadaluwarsa, nama pabrik pembuat dan atau pengimpor serta nomor lot atau nomor bets yang menunjukkan identitasnya. Wadah injeksi yang akan digunakan untuk dialisis, hemofiltrasi atau cairan irigasi dan volume lebih dari 1 liter, diberi penandaan bahwa sediaan tidak digunakan untuk infus intravena., untuk injeksi yang mengandung antibiotik : juga harus tertera  kesetaraan bobot terhadap U.I dan tanggal kadaluwarsanya. Injeksi untuk hewan ditandai untuk menyatakan khasiatnya.
              Pengemasan; Sediaan untuk pemberian intraspinal, intrasisternal atau pemakaian peridural dikemas hanya dalam wadah dosis tunggal.


H.  Keuntungan dan Kerugian  Bentuk  Sediaan Injeksi

Keuntungan :
1.         Bekerja cepat , misalnya pada injeksi Adrenalin pada schock anfilaksis.
2.         Dapat digunakan jika : obat rusak jika kena cairan lambung, merangsang jika ke cairan lambung, tidak diabsorpsi secara baik oleh cairan lambung.
3.         Kemurnian dan takaran zat khasiat lebih terjamin
4.         Dapat digunakan sebagai depo terapi

Kerugian :
1.         Karena bekerja cepat, jika terjadi kekeliruan sukar dilakukan pencegahan.
2.         Cara pemberian lebih sukar, harus memakai tenaga khusus.
3.         Kemungkinan terjadinya infeksi pada bekas suntikan.
4.         Secara ekonomis lebih mahal dibanding dengan sediaan yang digunakan per oral.