Kamis, 04 April 2013

Peranan Hukum dalam Kehidupan Bermasyarakat


MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK SOSIAL

 Manusia adalah makhluk social yang hidup bermasyarakat (zoon politicon). Keutuhan manusia akan tercapai apabila manusia sanggup menyelaraskan perannya sebagai makhluk ekonomi dan social. Sebagai makhluk sisoal (homo socialis), manusia tidak hanya mengandalkan kekuatannya sendiri, tetapi membutuhkan manusia lain dalam beberapa hal tertentu. Misalnya, dalam lingkungan manusia terkecil yaitu keluarga. Dalam keluarga, seorang bayi membutuhkan kasih sayang kedua orang tuanya agae dapat tumbuh dan berkembang secara baik dan sehat. 

Manusia sebagai makhluk sosial saling membutuhkan satu sama lainnya tentunya dalam hal yang positif. Saling bersosialisasi antara satu sama lainnya membuat interaksi yang kuat untuk mengenal kepribadian manusia lain. Manusia yang mudah bersosialisasi adalah manusia yang dapat atau mampu menjalankan komunikasi dengan baik dengan lingkungan sekitarnya. Dengan berlandaskan pancasila manusia sebagai makhluk yang social dan budaya disatukan untuk saling menghormati dan menghargai antara manusia yang memiliki budaya yang berbeda-beda. Berikut ini adalah pengertian dari pembahasan tersebut. Manusia sebagai Makhluk Sosial Manusia sejak lahir sampai mati selalu hidup dalam masyarakat, tidak mungkin manusia di luar masyarakat. Aristoteles mengatakan: bahwa makhluk hidup yang tidak hidup dalam masyarakat ialah sebagai seorang malaikat atau seorang hewan. 

Di India oleh Mr. Singh didapatkan dua orang anak yang berumur 8 tahun dan 1 ½ tahun. Pada waktu masih bayi anak-anak tersebut diasuh oleh srigala dalam sebuah gua. Setelah ditemukan kemudian naka yang kecil mati, tinggal yang besar. Selanjutnya, walaupun ia sudah dilatih hidup bermasyarakat sifatnya masih seperti srigala, kadang-kadang meraung-raung di tengah malam, suka makan daging mentah, dan sebagainya. Juga di Amerika dalam tahun 1938, seorang anak berumur 5 tahun kedapatan di atas loteng.karena terasing dari lingkungan dia meskipun umur 5 tahun belum juga dapat berjalan dan bercakap-cakap. Jadi jelas bahwa manusia meskipun mempunyai bakat dan kemampuan, namun bakat tersebut tidak dapat berkembang, Itulah sebabnya manusia dikatakan sebagai makhluk sosial. 
Manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup tanpa manusia lainnya. Misalnya saja hubungan sosialisasi antar tetangga , dengan adanya interaksi sosial antar tetangga akan mempermudah kita dalam mengatasi masalah di sekitar yang membutuhkan bantuan dari manusia lainnya. Jadi itulah mengapa manusia dikatakan sebagai makhluk sosial. 

Dibawah ini merupakan faktor-faktor yang mendorong manusia untuk hidup bermasyarakat. Faktor-faktor itu adalah: 
  1. Adanya dorongan seksual, yaitu dorongan manusia untuk mengembangkan keturunan atau jenisnya.
  2. Adanya kenyataan bahwa manusia adalah serba tidak bisa atau sebagai makhluk lemah.karena itu ia selalu mendesak atau menarik kekutan bersama, yang terdapat dalam perserikatan dengan orang lain.
  3. Karena terjadinya habit pada tiap-tiap diri manusia. Manusia bermasyarakat karena ia telah biasa mendapat bantuan yang berfaedah yang diterimanya sejak kecil dari lingkungannya.
  4. Adanya kesamaan keturunan, kesamaan territorial, nasib, keyakinan/cita-cita, kebudayaan, dan lain-lain. 
Faktor-faktor lain yang dapat mengatakan manusia adalah makhluk sosial, yaitu:
  1. Manusia tunduk pada aturan, norma sosial.
  2. Perilaku manusia mengaharapkan suatu penilain dari orang lain.
  3. Manusia memiliki kebutuhan untuk berinteraksi dengan orang lain.
  4. Potensi manusia akan berkembang bila ia hidup di tengah-tengah manusia. 
Secara alamiah manusia berinteraksi dengan lingkungannya, manusia sebagai pelaku dan sekaligus dipengaruhi oleh lingkungan tersebut. Perlakuan manusia terhadap lingkungannya sangat menentukan keramahan lingkungan terhadap kehidupannya sendiri. Manusia dapat memanfaatkan lingkungan tetapi perlu memelihara lingkungan agar tingkat kemanfaatannya bisa dipertahankan bahkan ditingkatkan. Bagaimana manusia mensikapi dan mengelola lingkungannya pada akhirnya akan mewujudkan pola-pola peradaban dan kebudayaan. Manusia sebagai makhluk budaya Budaya atau Kebudayaan perbedaan mendasar antara manusia dengan makhluk yang lain (hewan) ialah bahwa manusia adalah makhluk berbudaya, hal ini disebabkan karena manusia diberi anugrah yang sangat berharga oleh Tuhan, yaitu budi atau pikiran.dengan kemampuan budi atau akal itulah manusia dapat menciptakan kebudayaan yang menyebabkan kehidupannya sangat jauh berbeda dengan kehidupan hewan. 

Oleh karena, itu manusia sering disebut makhluk social budaya, artinya makhluk yang harus hidup bersama dengan manusia lain dalam satu kesatuan yang disebut dengan masyarakat. Disamping itu, manusia adalah makhluk yang menciptakan kebudayaan dengan berbudaya itulah manusia berusaha mencukupi kebutuhan hidupnya. Manusia tidak dapat dilepas dari kebudayaan, dimana ada manusia disitu ada kebudayaan.kapankah kebudayaan mulai ada dimuka bumi? bersamaan dengan mulai adanya umat manusia dimuka bumi ini. 

 PENTINGNYA HUKUM BAGI MASYARKAT (WARGA NEGARA)


A. Pengertian Hukum
Hukum adalah himpunan petunjuk hidup (perintah dan larangan) yang mengatur tata tertib dalam masyarakat yang seharusnya ditaati oleh seluruh anggota masyarakat.


B. Unsur-Unsur Hukum
  1. Peraturan mengenai tingkah laku dalam pergaulan masyarakat.
  2. Peraturan itu diadakan oleh badan-badan resmi yang berwajib.
  3. Peraturan itu pada umumnya bersifat memaksa.
  4. Sanksi terhadap pelanggaran peraturan itu adalah tegas.
 

C. Ciri-Ciri Hukum
  1. Adanya perintah dan/atau larangan.
  2. Perintah dan/atau larangan tersebut harus ditaati setiap orang.
D. Tujuan Hukum
  1. Untuk mengatur tata tertib masyarakat secara damai dan adil.
  2. Untuk menjaga kepentingan tiap manusia supaya kepentingan itu tidak dapat diganggu.
  3. Untuk menjamin adanya kepastian hukum dalam pergaulan masyarakat.
  4. Untuk melindungi masyarakat.
  5. Untuk menyelesaikan pihak-pihak yang bermasalah secara damai.
E. Pembagian Hukum Menurut Isinya
1. Hukum Privat (Hukum Sipil)
Hukum yang mengatur hubungan antara orang yang satu dan orang yang lain dengan menitikberatkan kepada kepentingan perorangan. Contoh: Hukum Perdata (hukum dagang, masalah pembagian warisan, utang piutang, masalah perceraian). 

2. Hukum Publik (Hukum Negara)
Hukum yang mengatur hubungan antara negara dengan alat-alat perlengkapan negara atau hubungan antarnegara dengan warga negara. 

Hukum publik ada empat macam, yaitu:
a. Hukum Tata Negara
Hukum yang mengatur bentuk dan susunan pemerintahan suatu negara serta hubungan kekuasaan antara alat-alat perlengkapan satu sama lain. 

b. Hukum Administrasi Negara
Hukum yang mengatur cara-cara menjalankan tugas dan kekuasaan alat-alat perlengkapan negara. 

c. Hukum Pidana
Hukum yang mengatur perbuatan-perbuatan apa yang dilarang dan memberikan pidana kepada siapa yang melanggarnya serta mengatur bagaimana cara-cara mengajukan perkara-perkara ke muka pengadilan. 

d. Hukum Internasional
Terdiri atas Hukum Perdata Internasional dan Hukum Publik Internasional.

F. Arti Penting Hukum Bagi Warga Negara
  1. Untuk mencegah atau menghindari perbuatan menghakimi sendiri oleh warga negara.
  2. Untuk menjamin terlaksananya hak-hak asasi warga negara.
  3. Untuk melindungi pihak-pihak yang lemah dari tindakan kewenang-wenangan yang dilakukan oleh pihak-pihak yang kuat.
  4. Untuk menjamin terlaksananya hak dan kewajiban warga negara. 

Hierarki Peraturan Perundang-Undangan

A. Pengertian
Hierarki maksudnya peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. 

B. Sejarah Hierarki Peraturan Perundang-undangan di Indonesia
Sejak tahun 1966 sampai dengan sekarang telah dilakukan perubahan atas hierarki (tata urutan) peraturan perundang-undangan di Indonesia. Pada tahun 1996, dengan Ketetapan MPR No. XX/MPR/1966 Lampiran 2, disebutkan bahwa hierarki peraturan perundang-undangan Indonesia adalah:
1.      Undang-undang Dasar 1945
2.      Ketetapan MPR
3.      Undang-undang atau Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang
4.      Peraturan Pemerintah
5.      Keputusan Presiden
6.      Peraturan-peraturan pelaksananya, seperti:
a.    Peraturan Menteri
b.    Instruksi Menteri
c.    Dan lain-lainnya

Pada tahun 1999, dengan dorongan yang besar dari berbagai daerah di Indonesia untuk mendapatkan otonomi yang lebih luas serta semakin kuatnya ancaman disintegrasi bangsa, pemerintah mulai mengubah konsep otonomi daerah. Maka lahirlah Undang Undang No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (telah diganti dengan UU No. 32 Tahun 2004) dan Undang-undang No. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah (telah diganti dengan UU No. 33 Tahun 2004). Perubahan ini tentu saja berimbas pada tuntutan perubahan terhadap tata urutan peraturan perundang-undangan di Indonesia. Karena itulah, dibuat Ketetapan MPR No. III/MPR/2000 Tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang. Kalau selama ini Peraturan Daerah (Perda) tidak dimasukkan dalam tata urutan peraturan perundang-undangan, setelah lahirnya Ketetapan MPR No. II Tahun 2000, Perda ditempatkan dalam tata urutan tersebut setelah Keputusan Presiden.

Lengkapnya, tata urutan peraturan perundang-undangan di Indonesia setelah tahun 2000 adalah sebagai berikut:
1.      Undang-undang Dasar 1945
2.      Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
3.      Undang-undang
4.      Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang
5.      Peraturan Pemerintah
6.      Keputusan Presiden
7.      Peraturan Daerah

Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan Saat ini
Pada tanggal 24 Mei 2004 lalu, DPR telah menyetujui RUU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (PPP) menjadi UU No. 10 Tahun 2004, yang berlaku efektif pada bulan November 2004. Keberadaan undang-undang ini sekaligus menggantikan pengaturan tata urutan peraturan perundang-undangan yang ada dalam Ketetapan MPR No. III Tahun 2000.

Tata urutan peraturan perundang-undangan dalam UU PPP ini diatur dalam Pasal 7 sebagai berikut:
1.    Undang-undang Dasar 1945
2.    Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang
3.    Peraturan Pemerintah
4.    Peraturan Presiden
5.    Peraturan Daerah, yang meliputi:
a.    Peraturan Daerah Provinsi
b.    Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
c.    Peraturan Desa


 PROSES PEMBUATAN UNDANG-UNDANG
 
Proses pembentukan undang-undang sebagai berikut:

1.         RUU dapat berasal dari DPR atau Presiden
2.         RUU dari DPR diajukan oleh anggota DPR, komisi, gabungan komisi, atau alat kelengkapan DPR yang khusus menangani bidang legislasi atau Dewan Perwakilan Daerah (DPD
3.         RUU yang diajukan oleh Presiden disiapkan oleh menteri atau pimpinan lembaga pemerintah non-kementerian sesuai dengan lingkup tugas dan tanggung jawabnya
4.         RUU tersebut kemudian disusun dalam Program Legislasi Nasional (prolegnas) oleh Badan Legislasi DPR untuk jangka waktu 5 tahun serta dibuat pula dalam jangka waktu tahunan yang berisi RUU yang telah diurutkan prioritas pembahasannya.
5.         Setiap RUU yang diajukan harus dilengkapi dengan Naskah Akademik kecuali untuk RUU Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), RUU penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) menjadi UU, serta RUU pencabutan UU atau pencabutan Perpu.
6.         Pimpinan DPR memberitahukan adanya RUU dan membagikan RUU kepada seluruh anggota DPR dalam rapat paripurna
7.         DPR dalam rapat paripurna berikutnya memutuskan RUU tersebut berupa persetujuan, persetujuan dengan perubahan, atau penolakan
8.         Selanjutnya RUU ditindaklanjuti dengan dua tingkat pembicaraan.
9.         Pembicaraan tingkat I dilakukan dalam rapat komisi, rapat gabungan komisi, rapat Badan Legislasi, rapat Badan Anggaran, atau rapat panitia khusus.
10.     Kegiatan dalam pembicaraan tingkat I dilakukan dengan pengantar musyawarah, pembahasan daftar inventarisasi masalah, dan penyampaian pendapat mini fraksi
11.     Pembicaraan tingkat II dilakukan dalam rapat paripurna. Dalam rapat paripurna berisi:
a.    penyampaian laporan yang berisi proses, pendapat mini fraksi, pendapat mini DPD, dan hasil Pembicaraan Tingkat I;
b.    pernyataan persetujuan atau penolakan dari tiap-tiap fraksi dan anggota secara lisan yang diminta oleh pimpinan rapat paripurna; dan
c.    pendapat akhir Presiden yang disampaikan oleh menteri yang mewakilinya.
12.     Bila tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah mufakat, keputusan diambil dengan suara terbanyak.
13.     RUU yang membahas tentang otonomi daerah; hubungan pusat dan daerah; pembentukan, pemekaran, dan penggabungan wilayah; pengelolaan sumber daya alam atau sumber daya lainnya; dan perimbangan keuangan pusat dan daerah, dilakukan dengan melibatkan DPD tetapi hanya pada pembicaraan tingkat I saja.
14.     Dalam penyiapan dan pembahasan RUU, termasuk pembahasan RUU tentang APBN, masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis kepada DPR melalui pimpinan DPR dan/atau alat kelengkapan DPR lainnya.
15.     RUU yang telah mendapat persetujuan bersama DPR dengan Presiden diserahkan kepada Presiden untuk dibubuhkan tanda tangan, ditambahkan kalimat pengesahan, serta diundangkan dalam lembaran Negara Republik Indonesia


HUKUM KESEHATAN

A. Pengertian Hukum Kesehatan
Hukum kesehatan adalah kaidah atau peraturan hukum yang mengatur hak dan kewajiban tenaga kesehatan, individu dan masyarakat dalam pelaksanaan upaya kesehatan, aspek organisasi kesehatan dan aspek sarana kesehatan. Selain itu, hukum kesehatan dapat juga dapat didefinisikan sebagai segala ketentuan atau peraturan hukum yang berhubungan langsung dengan pemeliharaan dan pelayanan kesehatan.

Dalam Ketentuan Umum Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan disebutkan bahwa:
“Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis”.

Kesehatan merupakan hal yang sangat penting  dan merupakan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan amanah konstitusi dan cita-cita bangsa Indonesia. Oleh karenanya, untuk setiap kegiatan dan atau upaya yang bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya harus dilaksanakan berdasarkan prinsip nondiskriminatif, partisipatif, perlindungan dan berkelanjutan yang sangat penting artinya bagi pembentukan sumber daya manusia Indonesia, peningkatan ketahanan daya saing bangsa serta pembangunan nasional Indonesia.

Hukum kesehatan berperan untuk mengusahakan adanya keseimbangan tatanan di dalam upaya pelaksanaan kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat serta memberikan jaminan kepastian hukum sesuai dengan hukum kesehatan yang berlaku.

B. Sejarah Hukum Kesehatan
Sejak jaman yunani kuno, ilmu hukum telah menyentuh hampir semua aspek kehidupan manusia, kecuali bidang kedokteran. Tenaga kesehatan yang ada pada masa itu mengatur cara kerjanya sendiri dengan kode etik dan sumpah profesi yang berakar kuat pada tradisi dan berpengaruh kuat dalam masyarakat.

Sejalan dengan perkembangan peradaban di dunia, ilmu dan teknologi kedokteran juga telah berkembang pesat. Persoalan kesehatan bukan lagi hanya menjadi persoalan antara dokter dan pasiennya, telah banyak pelaku-pelaku lain yang ikut berperan dalam dunia kesehatan, seperti asuransi kesehatan, industri alat medis dan farmasi serta masih banyak lagi yang lainnya.

Ilmu kesehatan semakin luas. Dokter atau tenaga kesehatan juga telah terspesialisasi. Disisi lain perkembangan pendidikan dan kesejahteraan masyarakat secara umum juga melahirkan kesadaran bahwa dokter atau tenaga kesehatan atau nama lainnya (berbeda-beda) tidak boleh lagi diisolasi dari hukum. Seluruh masyarakat harus memiliki kedudukan yang setara di hadapan hukum.

Dengan adanya berbagai perkembangan tersebut, maka pada sekitar tahun 1960-an di negara-negara eropa dan amerika mulai berkembang bidang hukum baru yakni: hukum kesehatan.

C. Cakupan Hukum Kesehatan
Hukum kesehatan memiliki cakupan yang lebih luas daripada hukum medis (medical law). Hukum kesehatan meliputi, hukum medis (medical law), hukum keperawatan (nurse law), hukum rumah sakit (hospital law), hukum pencemaran lingkungan (environmental law) dan berbagai mcam peraturan lainnya yang berkaitan dengan kesehatan manusia.

Hukum kesehatan tidak dimuat dalam satu kitab khusus seperti halnya kitab Undang-Undang Hukum Perdata atau Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. Hukum kesehatan dapat ditemukan dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang kesehatan manusia atau peraturan perundang-undangan lainnya yang memuat pasal atau ketentuan mengenai kesehatan manusia.

Ketentuan mengenai hukum kesehatan tersebut penerapannya dan penafsirannya serta penilaian terhadap faktanya merupakan bidang medis. Inilah sebabnya hukum kesehatan merupakan salah bidang ilmu yang cukup sulit untuk ditekuni karena harus terkait dengan 2 (dua) disiplin ilmu sekaligus.

Ketentuan mengenai hukum kesehatan yang saat ini sedang populer sebagai bahan diskusi mengenai hukum kesehatan adalah Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Salah satunya adalah adanya ketentuan yang mewajibkan daerah untuk mengalokasikan dana kesehatan sebesar 10% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Selain itu, hingga saat ini ketentuan mengenai hukum kesehatan tersebut, belum diturunkan dalam Peraturan Pemerintah yang akan memudahkan daerah kabupaten kota di Indonesia untuk menerjemahkannya menjadi Peraturan Daerah sesuai dengan kondisi daerah masing-masing.