MANUSIA SEBAGAI
MAKHLUK SOSIAL
Manusia adalah makhluk social yang hidup
bermasyarakat (zoon politicon). Keutuhan manusia akan tercapai apabila manusia
sanggup menyelaraskan perannya sebagai makhluk ekonomi dan social. Sebagai
makhluk sisoal (homo socialis), manusia tidak hanya mengandalkan kekuatannya
sendiri, tetapi membutuhkan manusia lain dalam beberapa hal tertentu. Misalnya,
dalam lingkungan manusia terkecil yaitu keluarga. Dalam keluarga, seorang bayi
membutuhkan kasih sayang kedua orang tuanya agae dapat tumbuh dan berkembang
secara baik dan sehat.
Manusia sebagai makhluk sosial saling membutuhkan satu sama lainnya
tentunya dalam hal yang positif. Saling bersosialisasi antara satu sama lainnya
membuat interaksi yang kuat untuk mengenal kepribadian manusia lain. Manusia
yang mudah bersosialisasi adalah manusia yang dapat atau mampu menjalankan
komunikasi dengan baik dengan lingkungan sekitarnya. Dengan berlandaskan
pancasila manusia sebagai makhluk yang social dan budaya disatukan untuk saling
menghormati dan menghargai antara manusia yang memiliki budaya yang
berbeda-beda. Berikut ini adalah pengertian dari pembahasan tersebut. Manusia
sebagai Makhluk Sosial Manusia sejak lahir sampai mati selalu hidup dalam
masyarakat, tidak mungkin manusia di luar masyarakat. Aristoteles mengatakan:
bahwa makhluk hidup yang tidak hidup dalam masyarakat ialah sebagai seorang
malaikat atau seorang hewan.
Di India oleh Mr. Singh didapatkan dua orang anak yang
berumur 8 tahun dan 1 ½ tahun. Pada waktu masih bayi anak-anak tersebut diasuh
oleh srigala dalam sebuah gua. Setelah ditemukan kemudian naka yang kecil mati,
tinggal yang besar. Selanjutnya, walaupun ia sudah dilatih hidup bermasyarakat
sifatnya masih seperti srigala, kadang-kadang meraung-raung di tengah malam,
suka makan daging mentah, dan sebagainya. Juga di Amerika dalam tahun 1938,
seorang anak berumur 5 tahun kedapatan di atas loteng.karena terasing dari
lingkungan dia meskipun umur 5 tahun belum juga dapat berjalan dan
bercakap-cakap. Jadi jelas bahwa manusia meskipun mempunyai bakat dan
kemampuan, namun bakat tersebut tidak dapat berkembang, Itulah sebabnya manusia
dikatakan sebagai makhluk sosial.
Manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup
tanpa manusia lainnya. Misalnya saja hubungan sosialisasi antar tetangga ,
dengan adanya interaksi sosial antar tetangga akan mempermudah kita dalam
mengatasi masalah di sekitar yang membutuhkan bantuan dari manusia lainnya.
Jadi itulah mengapa manusia dikatakan sebagai makhluk sosial.
Dibawah ini merupakan faktor-faktor yang mendorong
manusia untuk hidup bermasyarakat. Faktor-faktor itu adalah:
- Adanya dorongan seksual, yaitu dorongan manusia untuk mengembangkan keturunan atau jenisnya.
- Adanya kenyataan bahwa manusia adalah serba tidak bisa atau sebagai makhluk lemah.karena itu ia selalu mendesak atau menarik kekutan bersama, yang terdapat dalam perserikatan dengan orang lain.
- Karena terjadinya habit pada tiap-tiap diri manusia. Manusia bermasyarakat karena ia telah biasa mendapat bantuan yang berfaedah yang diterimanya sejak kecil dari lingkungannya.
- Adanya kesamaan keturunan, kesamaan territorial, nasib, keyakinan/cita-cita, kebudayaan, dan lain-lain.
Faktor-faktor lain yang dapat mengatakan manusia
adalah makhluk sosial, yaitu:
- Manusia tunduk pada aturan, norma sosial.
- Perilaku manusia mengaharapkan suatu penilain dari orang lain.
- Manusia memiliki kebutuhan untuk berinteraksi dengan orang lain.
- Potensi manusia akan berkembang bila ia hidup di tengah-tengah manusia.
Secara alamiah manusia berinteraksi dengan
lingkungannya, manusia sebagai pelaku dan sekaligus dipengaruhi oleh lingkungan
tersebut. Perlakuan manusia terhadap lingkungannya sangat menentukan keramahan
lingkungan terhadap kehidupannya sendiri. Manusia dapat memanfaatkan lingkungan
tetapi perlu memelihara lingkungan agar tingkat kemanfaatannya bisa
dipertahankan bahkan ditingkatkan. Bagaimana manusia mensikapi dan mengelola
lingkungannya pada akhirnya akan mewujudkan pola-pola peradaban dan kebudayaan.
Manusia sebagai makhluk budaya Budaya atau Kebudayaan perbedaan mendasar antara
manusia dengan makhluk yang lain (hewan) ialah bahwa manusia adalah makhluk
berbudaya, hal ini disebabkan karena manusia diberi anugrah yang sangat
berharga oleh Tuhan, yaitu budi atau pikiran.dengan kemampuan budi atau akal
itulah manusia dapat menciptakan kebudayaan yang menyebabkan kehidupannya
sangat jauh berbeda dengan kehidupan hewan.
Oleh karena, itu manusia sering disebut makhluk social
budaya, artinya makhluk yang harus hidup bersama dengan manusia lain dalam satu
kesatuan yang disebut dengan masyarakat. Disamping itu, manusia adalah makhluk
yang menciptakan kebudayaan dengan berbudaya itulah manusia berusaha mencukupi
kebutuhan hidupnya. Manusia tidak dapat dilepas dari kebudayaan, dimana ada
manusia disitu ada kebudayaan.kapankah kebudayaan mulai ada dimuka bumi?
bersamaan dengan mulai adanya umat manusia dimuka bumi ini.
PENTINGNYA HUKUM
BAGI MASYARKAT (WARGA NEGARA)
A. Pengertian Hukum
Hukum adalah himpunan petunjuk hidup (perintah dan larangan) yang mengatur tata tertib dalam masyarakat yang seharusnya ditaati oleh seluruh anggota masyarakat.
Hukum adalah himpunan petunjuk hidup (perintah dan larangan) yang mengatur tata tertib dalam masyarakat yang seharusnya ditaati oleh seluruh anggota masyarakat.
B. Unsur-Unsur Hukum
- Peraturan mengenai tingkah laku dalam pergaulan masyarakat.
- Peraturan itu diadakan oleh badan-badan resmi yang berwajib.
- Peraturan itu pada umumnya bersifat memaksa.
- Sanksi terhadap pelanggaran peraturan itu adalah tegas.
C. Ciri-Ciri
Hukum
- Adanya perintah dan/atau larangan.
- Perintah dan/atau larangan tersebut harus ditaati setiap orang.
D. Tujuan
Hukum
- Untuk mengatur tata tertib masyarakat secara damai dan adil.
- Untuk menjaga kepentingan tiap manusia supaya kepentingan itu tidak dapat diganggu.
- Untuk menjamin adanya kepastian hukum dalam pergaulan masyarakat.
- Untuk melindungi masyarakat.
- Untuk menyelesaikan pihak-pihak yang bermasalah secara damai.
E. Pembagian
Hukum Menurut Isinya
1. Hukum Privat (Hukum Sipil)
Hukum yang mengatur hubungan antara orang yang satu dan orang yang lain dengan menitikberatkan kepada kepentingan perorangan. Contoh: Hukum Perdata (hukum dagang, masalah pembagian warisan, utang piutang, masalah perceraian).
Hukum yang mengatur hubungan antara orang yang satu dan orang yang lain dengan menitikberatkan kepada kepentingan perorangan. Contoh: Hukum Perdata (hukum dagang, masalah pembagian warisan, utang piutang, masalah perceraian).
2. Hukum Publik (Hukum Negara)
Hukum yang mengatur hubungan antara negara dengan alat-alat perlengkapan negara atau hubungan antarnegara dengan warga negara.
Hukum yang mengatur hubungan antara negara dengan alat-alat perlengkapan negara atau hubungan antarnegara dengan warga negara.
Hukum publik ada empat macam, yaitu:
a. Hukum Tata Negara
Hukum yang mengatur bentuk dan susunan pemerintahan suatu negara serta hubungan kekuasaan antara alat-alat perlengkapan satu sama lain.
Hukum yang mengatur bentuk dan susunan pemerintahan suatu negara serta hubungan kekuasaan antara alat-alat perlengkapan satu sama lain.
b. Hukum Administrasi Negara
Hukum yang mengatur cara-cara menjalankan tugas dan kekuasaan alat-alat perlengkapan negara.
Hukum yang mengatur cara-cara menjalankan tugas dan kekuasaan alat-alat perlengkapan negara.
c. Hukum Pidana
Hukum yang mengatur perbuatan-perbuatan apa yang dilarang dan memberikan pidana kepada siapa yang melanggarnya serta mengatur bagaimana cara-cara mengajukan perkara-perkara ke muka pengadilan.
Hukum yang mengatur perbuatan-perbuatan apa yang dilarang dan memberikan pidana kepada siapa yang melanggarnya serta mengatur bagaimana cara-cara mengajukan perkara-perkara ke muka pengadilan.
d. Hukum Internasional
Terdiri atas Hukum Perdata Internasional dan Hukum Publik Internasional.
Terdiri atas Hukum Perdata Internasional dan Hukum Publik Internasional.
F. Arti Penting Hukum Bagi Warga Negara
- Untuk mencegah atau menghindari perbuatan menghakimi sendiri oleh warga negara.
- Untuk menjamin terlaksananya hak-hak asasi warga negara.
- Untuk melindungi pihak-pihak yang lemah dari tindakan kewenang-wenangan yang dilakukan oleh pihak-pihak yang kuat.
- Untuk menjamin terlaksananya hak dan kewajiban warga negara.
Hierarki Peraturan Perundang-Undangan
A. Pengertian
Hierarki maksudnya peraturan perundang-undangan yang
lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang
lebih tinggi.
B. Sejarah Hierarki Peraturan Perundang-undangan di Indonesia
Sejak tahun 1966 sampai dengan sekarang telah dilakukan perubahan atas
hierarki (tata urutan) peraturan perundang-undangan di Indonesia. Pada tahun
1996, dengan Ketetapan MPR No. XX/MPR/1966 Lampiran 2, disebutkan bahwa
hierarki peraturan perundang-undangan Indonesia adalah:
1.
Undang-undang Dasar 1945
2.
Ketetapan MPR
3.
Undang-undang atau Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang
4.
Peraturan Pemerintah
5.
Keputusan Presiden
6.
Peraturan-peraturan pelaksananya, seperti:
a.
Peraturan Menteri
b.
Instruksi Menteri
c.
Dan lain-lainnya
Pada tahun 1999, dengan dorongan yang besar dari berbagai daerah di
Indonesia untuk mendapatkan otonomi yang lebih luas serta semakin kuatnya
ancaman disintegrasi bangsa, pemerintah mulai mengubah konsep otonomi daerah.
Maka lahirlah Undang Undang No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
(telah diganti dengan UU No. 32 Tahun 2004) dan Undang-undang No. 25 tahun 1999
tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah (telah diganti dengan UU No. 33
Tahun 2004). Perubahan ini tentu saja berimbas pada tuntutan perubahan terhadap
tata urutan peraturan perundang-undangan di Indonesia. Karena itulah, dibuat
Ketetapan MPR No. III/MPR/2000 Tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan
Perundang. Kalau selama ini Peraturan Daerah (Perda) tidak dimasukkan dalam
tata urutan peraturan perundang-undangan, setelah lahirnya Ketetapan MPR No. II
Tahun 2000, Perda ditempatkan dalam tata urutan tersebut setelah Keputusan
Presiden.
Lengkapnya, tata urutan peraturan perundang-undangan di Indonesia setelah
tahun 2000 adalah sebagai berikut:
1.
Undang-undang Dasar 1945
2.
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
3.
Undang-undang
4.
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang
5.
Peraturan Pemerintah
6.
Keputusan Presiden
7.
Peraturan Daerah
Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan Saat ini
Pada tanggal 24 Mei 2004 lalu, DPR telah menyetujui RUU Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan (PPP) menjadi UU No. 10 Tahun 2004, yang berlaku
efektif pada bulan November 2004. Keberadaan undang-undang ini sekaligus
menggantikan pengaturan tata urutan peraturan perundang-undangan yang ada dalam
Ketetapan MPR No. III Tahun 2000.
Tata urutan peraturan perundang-undangan dalam UU PPP ini diatur dalam
Pasal 7 sebagai berikut:
1.
Undang-undang Dasar 1945
2.
Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang
3.
Peraturan Pemerintah
4.
Peraturan Presiden
5.
Peraturan Daerah, yang meliputi:
a.
Peraturan Daerah Provinsi
b.
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
c.
Peraturan Desa
PROSES PEMBUATAN UNDANG-UNDANG
Proses pembentukan undang-undang sebagai berikut:
1.
RUU dapat berasal dari DPR atau Presiden
2.
RUU dari DPR diajukan oleh anggota DPR, komisi, gabungan komisi, atau alat
kelengkapan DPR yang khusus menangani bidang legislasi atau Dewan Perwakilan
Daerah (DPD
3.
RUU yang diajukan oleh Presiden disiapkan oleh menteri atau pimpinan
lembaga pemerintah non-kementerian sesuai dengan lingkup tugas dan tanggung
jawabnya
4.
RUU tersebut kemudian disusun dalam Program Legislasi Nasional (prolegnas)
oleh Badan Legislasi DPR untuk jangka waktu 5 tahun serta dibuat pula dalam
jangka waktu tahunan yang berisi RUU yang telah diurutkan prioritas
pembahasannya.
5.
Setiap RUU yang diajukan harus dilengkapi dengan Naskah Akademik kecuali
untuk RUU Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), RUU penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) menjadi UU, serta RUU
pencabutan UU atau pencabutan Perpu.
6.
Pimpinan DPR memberitahukan adanya RUU dan membagikan RUU kepada seluruh
anggota DPR dalam rapat paripurna
7.
DPR dalam rapat paripurna berikutnya memutuskan RUU tersebut berupa
persetujuan, persetujuan dengan perubahan, atau penolakan
8.
Selanjutnya RUU ditindaklanjuti dengan dua tingkat pembicaraan.
9.
Pembicaraan tingkat I dilakukan dalam rapat komisi, rapat gabungan komisi,
rapat Badan Legislasi, rapat Badan Anggaran, atau rapat panitia khusus.
10.
Kegiatan dalam pembicaraan tingkat I dilakukan dengan pengantar musyawarah,
pembahasan daftar inventarisasi masalah, dan penyampaian pendapat mini fraksi
11.
Pembicaraan tingkat II dilakukan dalam rapat paripurna. Dalam rapat
paripurna berisi:
a.
penyampaian laporan yang berisi proses, pendapat mini fraksi, pendapat mini
DPD, dan hasil Pembicaraan Tingkat I;
b.
pernyataan persetujuan atau penolakan dari tiap-tiap fraksi dan anggota
secara lisan yang diminta oleh pimpinan rapat paripurna; dan
c.
pendapat akhir Presiden yang disampaikan oleh menteri yang mewakilinya.
12.
Bila tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah mufakat, keputusan
diambil dengan suara terbanyak.
13.
RUU yang membahas tentang otonomi daerah; hubungan pusat dan daerah; pembentukan,
pemekaran, dan penggabungan wilayah; pengelolaan sumber daya alam atau sumber
daya lainnya; dan perimbangan keuangan pusat dan daerah, dilakukan dengan
melibatkan DPD tetapi hanya pada pembicaraan tingkat I saja.
14.
Dalam penyiapan dan pembahasan RUU, termasuk pembahasan RUU tentang APBN,
masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis kepada DPR
melalui pimpinan DPR dan/atau alat kelengkapan DPR lainnya.
15.
RUU yang telah mendapat persetujuan bersama DPR dengan Presiden diserahkan
kepada Presiden untuk dibubuhkan tanda tangan, ditambahkan kalimat pengesahan,
serta diundangkan dalam lembaran Negara Republik Indonesia
HUKUM KESEHATAN
A. Pengertian Hukum Kesehatan
Hukum kesehatan adalah kaidah atau peraturan hukum yang mengatur hak dan kewajiban tenaga
kesehatan, individu dan masyarakat dalam pelaksanaan upaya kesehatan, aspek
organisasi kesehatan dan aspek sarana kesehatan. Selain itu, hukum kesehatan
dapat juga dapat didefinisikan sebagai segala ketentuan atau peraturan hukum
yang berhubungan langsung dengan pemeliharaan dan pelayanan kesehatan.
Dalam Ketentuan Umum Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
disebutkan bahwa:
“Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual
maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara
sosial dan ekonomis”.
Kesehatan merupakan hal yang sangat penting dan merupakan salah satu
unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan amanah konstitusi dan
cita-cita bangsa Indonesia. Oleh karenanya, untuk setiap kegiatan dan atau
upaya yang bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya harus dilaksanakan berdasarkan prinsip nondiskriminatif,
partisipatif, perlindungan dan berkelanjutan yang sangat penting artinya bagi
pembentukan sumber daya manusia Indonesia, peningkatan ketahanan daya saing
bangsa serta pembangunan nasional Indonesia.
Hukum kesehatan berperan untuk mengusahakan adanya keseimbangan tatanan di dalam upaya
pelaksanaan kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat serta
memberikan jaminan kepastian hukum sesuai dengan hukum
kesehatan yang berlaku.
B. Sejarah Hukum Kesehatan
Sejak jaman yunani kuno, ilmu hukum telah menyentuh hampir semua aspek
kehidupan manusia, kecuali bidang kedokteran. Tenaga kesehatan yang ada pada
masa itu mengatur cara kerjanya sendiri dengan kode etik dan sumpah profesi
yang berakar kuat pada tradisi dan berpengaruh kuat dalam masyarakat.
Sejalan dengan perkembangan peradaban di dunia, ilmu dan teknologi
kedokteran juga telah berkembang pesat. Persoalan kesehatan bukan lagi hanya
menjadi persoalan antara dokter dan pasiennya, telah banyak pelaku-pelaku lain
yang ikut berperan dalam dunia kesehatan, seperti asuransi kesehatan, industri
alat medis dan farmasi serta masih banyak lagi yang lainnya.
Ilmu kesehatan semakin luas. Dokter atau tenaga kesehatan juga telah
terspesialisasi. Disisi lain perkembangan pendidikan dan kesejahteraan masyarakat
secara umum juga melahirkan kesadaran bahwa dokter atau tenaga kesehatan atau
nama lainnya (berbeda-beda) tidak boleh lagi diisolasi dari hukum. Seluruh
masyarakat harus memiliki kedudukan yang setara di hadapan hukum.
Dengan adanya berbagai perkembangan tersebut, maka pada sekitar tahun
1960-an di negara-negara eropa dan amerika mulai berkembang bidang hukum baru
yakni: hukum kesehatan.
C. Cakupan Hukum Kesehatan
Hukum kesehatan memiliki cakupan yang lebih luas daripada hukum medis
(medical law). Hukum kesehatan meliputi, hukum medis (medical law), hukum
keperawatan (nurse law), hukum rumah sakit (hospital law), hukum pencemaran
lingkungan (environmental law) dan berbagai mcam peraturan lainnya yang
berkaitan dengan kesehatan manusia.
Hukum kesehatan tidak dimuat dalam satu kitab khusus seperti halnya kitab
Undang-Undang Hukum Perdata atau Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang. Hukum kesehatan dapat ditemukan dalam berbagai
peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang kesehatan manusia atau
peraturan perundang-undangan lainnya yang memuat pasal atau ketentuan mengenai
kesehatan manusia.
Ketentuan mengenai hukum kesehatan tersebut penerapannya dan penafsirannya
serta penilaian terhadap faktanya merupakan bidang medis. Inilah sebabnya hukum
kesehatan merupakan salah bidang ilmu yang cukup sulit untuk ditekuni karena harus
terkait dengan 2 (dua) disiplin ilmu sekaligus.
Ketentuan mengenai hukum kesehatan yang saat ini sedang populer sebagai
bahan diskusi mengenai hukum kesehatan adalah Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan. Salah satunya adalah adanya ketentuan yang mewajibkan daerah
untuk mengalokasikan dana kesehatan sebesar 10% dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah. Selain itu, hingga saat ini ketentuan mengenai hukum kesehatan
tersebut, belum diturunkan dalam Peraturan Pemerintah yang akan memudahkan
daerah kabupaten kota di Indonesia untuk menerjemahkannya menjadi Peraturan
Daerah sesuai dengan kondisi daerah masing-masing.